Surat Untuk Sesama Warga

January 12, 2025 Samuel Yudhistira

Kepada aht,

Rumahku dibesarkan dan menghabiskan masa remaja berdiri tepat 50 kilometer dari tempat di mana dirimu lahir dan dibesarkan. Menempuh perjalanan menuju kotamu merupakan perjalanan yang nyaris sulit untuk dilupakan. Betapa dahulu saya amat sangat tertekan dengan kehadiran cerita-cerita masa lalumu dan orang-orang yang lalu lalang dalam cerita hidupmu. Betapa mudahnya kamu jatuh dan bangun, betapa hubungan indah maha cantik hanyalah sebuah kegiatan non-formal bagi dirimu, dan betapa hidup bukanlah hidup selagi belum ada kaki yang terjejak di atas bumi. 

Jalan toll hari itu nampak cukup bersahabat kecuali beberapa truk logistik kejar setoran karena peraturan terkini pemerintah melarang mereka memasuki jalan toll menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru. Semua orang nampaknya sudah sampai di tujuan karena kondisi lalulintas termasuk sepi. Menuju ke kotamu di mana semua cerita berawal. Kota yang awalnya nampak begitu asing di mata dan hidung. Visual yang berbeda dan aroma yang berbeda membuat diriku awalnya tidak nyaman dengan situasi. Tetapi dirimu tetap dengan senyuman dan semangat yang berapi-api membuat saya kembali yakin kalau saya akan baik-baik saja. Saya senang setiap kali lampu jalan terpantul di wajahmu. Entah mengapa dirimu begitu cantik dan mempesona setiap kali warna-warna lampu jalan menerpa wajahmu. Visual yang selalu saya rindukan setiap kali kita berada di dalam sebuah perjalanan malam. Entah menuju kemana atau menuju ke rumah. 

Saya tidak tahu caranya mengungkapkan kekaguman dan ketertarikan saya pada dirimu. Betapa hidup sekali lagi memberikan kejutan yang begitu ajaib di tahun 2024 ini. Sebuah tahun yang begitu aneh buat saya. Diawali dengan saya yang mempelajari ilmu kesendirian dan kesunyian untuk menempa diri kalau memang saya harus menjalani seumur hidup saya sendirian tanpa siapapun. Berbagai literasi dan video yang mengajarkan cara hidup secara soliter saya lahap habis untuk mempersiapkan diri saya sendiri demi mengatasi kesendirian yang saya rasa akan menjadi sahabat terbaik saya sampai saya dipanggil kembali ke dunia orang-orang keren. Untuk kali ini saya kembali gagal. Kegagalan yang kerap kali datang dalam hidup saya kali ini membawa hadiah istimewa. Yeap! Dirimu. Saya gagal untuk meyakinkan diri saya kalau kesendiriaan, kesepian, dan kesunyian adalah sahabat karib. Saya beruntung. Kegagalan saya kali ini memberikan saya keyakinan baru bahwa hidup adalah tentang persintensi dan keberanian. Bahwa hidup terkadang ingin kita berjalan perlahan-lahan dan berhenti sejenak untuk mengambil langkah. Semesta adalah tentang mencerna candra dan pertanda yang kadang datang dengan bentuk yang sangat absurd dan abstrak. Tugas manusia hanyalah memberikan interpretasi terhadap bentuk-bentuk yang sudah diberikan oleh semesta. 

Kita dipertemukan ketika kita berdua sudah babak belur dihajar dunia. Saya selalu merasa bahwa saya adalah produk gagal yang berusaha mencari posisi tepat di pasar persaingan sempurna. Bukankah susah menjual produk gagal? Tetapi bukankah tetap banyak peminat yang hendak membeli produk gagal? Apakah sudah letih dirimu berjualan sampai akhirnya kau relakan harga turun demi meminimalisir kerugian?

“You're not a moron. You're only a case of arrested development.

Saya terkadang selalu membayangkan pertemuan awal dengan dirimu sebagai sebuah negosiasi dalam sebuah usaha untuk menemukan kesepakatan antara dua entitas besar. Tidak ada yang mau kalah dan masing-masing pihak berdiri di tempat, tidak mau bergerak, tidak punya kompromi. Sampai akhirnya terjadi berbagai serangan demi mendorong nilai paling luhur adalah nilai yang dimiliki oleh salah satu entitas dan nilai yang satunya adalah sampah belaka. Kita berdua merasa kalau kemenangan adalah ketika salah satu nilai dipakai dan nilai yang satunya masuk ke paper shredder. Pembanding, pengali, penilai, dan pembagi menjadi subjek vital yang terus-menerus hadir di dalam setiap percakapan kita. Kalau diingat kembali betapa keras isi percakapan kita dari awal kita dipertemukan. Mungkin memang kita sengaja diadu sebelum bisa padu. Karena memang dalam menjalani sebuah proses perubahan, lara dan derita kerap datang membawa janji-janji kalau semua akan baik-baik saja. Pada akhirnya kita belajar kalau tidak baik-baik saja adalah sebuah bentuk pertahanan diri yang paling baik di mana kita selalau didorong untuk beradaptasi dan membaca semua pertanda hidup yang turun dari langit.

Belajar, belajar, dan terus belajar. Apakah kita lama-lama akan bosan akan pembelajaran hidup yang tidak pernah selesai? Sepertinya tidak. Entah sudah berapa banyak kata yang harus saya tulis di dalam sebuah surat pendek ini tentang betapa hidup saya berubah setelah pertemuan-pertemuan ajaib dengan dirimu. 

Terkadang saya merasa kalau dunia ini begitu adil dan tidak adil dalam waktu yang bersamaan. Kalau kamu ingat beberapa kali saya merasa kalau saya merasa bingung harus merasa sedih atau senang ketika saya menjalani hidup. Tapi itulah hidup, tidak pernah ada rumusan yang jelas dan tidak pernah ada yang tahu mana yang benar dan mana yang salah. Masing-masing punya “pegangan” mengenai cara menjalaninya. Bukankah pada akhirnya pertanyaan yang paling penting dalam hidup ini harus ditujukan untuk dua insan yang menjalaninya? Pertanyaan besar tersebut adalah:

“Are you happy?”

Di dalam menjalani setiap perkara saya selalu kembali pada pertanyaan dasar ini dan saya selalu saja menemukan alasan yang tepat untuk mendapatkan jawaban “YES” untuk pertanyaan tersebut. Tanpa paksaan ataupun asal menjawab tetapi memang selalu ada momentum yang membuat saya yakin dengan jawaban tersebut. 

Apartemen kecilmu mungkin sudah menjadi saksi banyak sekali peristiwa senang, sedih, gundah, galau, senyum, tertawa, dan lainnya. Entah sudah berapa jiwa yang disaksikan oleh tembok-tembok yang berdiri kokoh di sana semenjak mereka mulai beroperasi. Dan pada akhirnya mereka kembali menjadi saksi betapa dalam setiap keraguan selalu muncul jalan keluar. Bagaimana dua insan membawa kompromi ke atas meja perundingan dan berjanji untuk saling setia dalam setiap perkara. Betapa ringan kata ‘sayang’ bisa keluar tetapi betapa sulit kata tersebut diimplementasikan di dalam kehidupan sehari-hari. Meja riasmu menjadi saksi berbinarnya kedua matamu ketika saya menyatakan bahwa saya ingin menjadi bagian penting di dalam hidupmu. Mata yang berbicara dalam bahasa aneh bin ajaib ketika saya pertama bertemu dengan mereka, dua mata yang berbinar dan mengeluarkan sinar gamma terang benderang.

Letters are work of arts. They can be a great propaganda tools, mood boosters, morale boosts, and also demotivating tools. Mereka adalah aksara yang berperan banyak dan penting dalam peradaban manusia. Sebagian orang yang percaya bahwa hidup adalah permainan dan panggung sandiwara mungkin akan mengamininya dengan caaranya tersendiri. Sama seperti yang pernah saya ungkapkan kepada dirimu bahwa saya selalu percaya bahwa surat-surat ditulis bukan hanya untuk pelepas rasa rindu tetapi juga sebuah bentuk kemajuan sebuah peradaban. Kita melihat perubahan dunia dari sisi paling personal.

Saya yakin surat ini juga sulit untuk dimengerti mengingat betapa saya selalu menggunakan kata-kata aneh dan beragam bentuk dekonstruksi dalam setiap kalimat tetapi percayalah bahwa semua ungkapan yang tertera di dalamnya mengandung banyak sekali makna.

Kamu masih percaya pada kebetulan? Entah mengapa pertemuan kita berdua sudah berhasil mematahkan teori kebetulan dan membuat saya semakin tidak percaya pada kata “kebetulan” karena entah mengapa semua sudah dibuat begitu tertata oleh semesta. Semakin saya jatuh cinta kepadamu, semakin saya lupa kalau kata kebetulan itu masih bertengger manis di dalam kamus. Mari kita anggap pertemuan kita sebagai hasil dari Hukum Newton ke 3. His third law states that for every action (force) in nature there is an equal and opposite reaction. Yah, mungkin fisika lebih tepat guna untuk menggambarkan kita berdua. Dua makhluk/objek yang saling memberikan aksi cinta dan menemukan reaksi cinta. Newton berbicara soal hidup melalui angka. 

Saya ingin menutup surat ini dengan sebuah ucapan terima kasih yang mungkin kerap luput dari saya ketika kita bertemu. Saya ingin mengucapkan terima kasih sudah mau hadir di dalam hidup saya. Terima kasih sudah menggeser foto saya ke kanan layar dan memberikan kesempatan kepada saya untuk berbincang kepadamu via internet. Terima kasih sudah menjadi rekan hidup yang percaya dan tetap yakin kepada saya walau saya sedang dalam posisi yang sama sekali tidak menguntungkan. Terima kasih atas semua kerja keras dan perbicangan berat atau ringan di balkon apartemenmu. Terima kasih sudah memberikan kasih sayang yang begitu luas kepada saya dan memberikan ruang ekspresi buat saya. Terima kasih.

Saya rasa semua sudah lebih dari cukup. Surat ini saya buat sebagai bentuk ekspresi saya terhadap apa yang sudah terjadi di dalam hidup saya. Saya bangga menjadi bagian penting di dalam hidupmu yang penuh warna.

This is just the beginning. We’ll have tons of absolute fun in life later. So, this is it! Shall we for another round?


I love you,


Mas Baby.

Surat Untuk Orang-orang Dalam Perjalanan Hidup

December 21, 2024 Samuel Yudhistira
Perjalanan menggunakan KRL Commuter Line menuju Tangerang Selatan memang sudah sering terjadi dalam hidup saya. Tetapi kali ini terasa sangat berbeda. Sisa-sisa pandemi masih membekas di setiap ruang publik termasuk transportasi umum. Hari sudah menjelang gelap di akhir pekan sehingga tidak terlalu banyak orang di dalam gerbong. Stasiun demi stasiun dilewati dan memang nampaknya tidak begitu banyak orang dari Jakarta menuju ke Tangerang Selatan. Sudah waktunya turun dari kereta, berjalan keluar stasiun sambil memesan ojek online. Sebuah kemudahan yang mungkin tidak pernah kita anggap serius sebelumnya. Terbukti bahwa pengaruh besar teknologi mulai terasa ketika kalangan yang tadinya kita anggap jauh dari teknologi sekadang mengandalkan teknologi demi memenuhi kebutuhan hidup. 

Cuaca nampak kurang bersahabat. Hujan terus menghantam Jakarta dan sekitarnya sehingga udara dingin yang tidak lazim ini cukup menjadi hiburan bagi para warga kota. Orang-orang di kota memang cukup unik. Mudah sekali mereka dihibur. Cuaca dingin, jalanan tidak macet, udara segar sudah cukup untuk menghibur para penghuni megapolitan yang jengah dan membosankan. Berbahagialah mereka yang tinggal jauh dari kemunafikan kota karena merekalah manusia nyaris sempurna. Tidak punya banyak pretensi dan political correctness seperti spesies manusia di kota. 

Sebuah pesan instant masuk:

Tungguin! Dikit lagi gue kelar. Kalau udah sampe kabarin aja! Okay? See u soon! 

Replied:

OK! Gue naik taksi jadinya. Ujan! Rada macet. ETA 20 menitan. 

Heran memang. Baru saja dipuji kalau tidak macet. Lalu ketika hujan turun jalanan berubah menjadi lebih padat. Entahlah. Kota ini aneh. Apakah ketika hujan jalanan mengecil sehingga menimbulkan kemacetan? Atau memang orang-orang di kota suka main hujan? Entahlah. 

Lalu tepat dua puluh menit kemudian dia tiba. Sekilas matanya tertuju pada beberapa mannequin terpajang di halaman sebuah restoran middle-end yang menjadi titik pertemuan. Sebuah karya dan ide dari pemilik yang dipaksakan untuk dieksekusi oleh tim kreatif perusahaan. Walau beberapa kali ditentang tetap saja mereka terpajang dengan alasan "estetika" busana. Terkadang mereka yang punya uang dan kuasa ternyata tidak punya selera dan estetika yang bagus. 

Sending message:

Gue dah sampe! Nunggu di pos satpam aja sambil sebats. 😁

Yeap! Menunggu hujan di pos satpam sambil menikmati tembakau bakar memang sebuah pengalaman tidak menyehatkan tetapi sangat menyenangkan. Melihat manusia-manusia ini masuk ke restoran overpriced dengan rasa biasa saja dan berfoto demi estetika yang menurut saya biasa saja. Kadang tempat di mana kita memenuhi kebutuhan dasar pangan menjadi penentu kelas. Padahal usus dan tubuh gak peduli harga dan story Instagram. Kembali....selera dan rasa. Tidak semua punya. Tetapi uang masih bisa dicari. Pada akhirnya bukan seberapa bagus seleramu tetapi seberapa sanggup kamu menghamburkan uangmu di tempat yang rasanya tidak seberapa itu. 

Saya menolak untuk masuk ke dalam area restoran karena tahu di dalam ada beberapa petinggi perusahaan yang kalau lihat saya mungkin mereka akan bertanya-tanya mengapa saya ada di sana karena mereka tahu rumah saya jauh sekali dari tempat tersebut. Betul! Jauh sekali memang. Tetapi saya berjanji untuk berbagi cerita dengan seorang kawan. Cerita tentang kepahitan dan kenyataan bahwa kita kerap kali larut dalam perasaan aneh yang kita kira menyenangkan ternyata membawa petaka untuk kedua belah pihak yang sudah terlanjur larut. Saya senang berbagi cerita. Dia juga senang berbagi cerita. Bicara tentang musik, film, dosa, kota, kenangan, dan berbagai keluhan tentang underpaid workers menjadi agenda yang sangat menyenangkan. 

The Butterfly and the Tank, Hills Like White Elephants, The Killers, Fathers and Sons, Night Before Battle, dan beberapa cerita pendek dari salah satu penulis favorit kita berdua. Tak ketinggalan beberapa karya milik "lost generations" kita tumpahkan dalam percakapan. 

Sudah gelas kopi ke dua tetapi percakapan masih kelewat hangat. Kita bicara tentang Chicote's, Hotel Florida dan membayangkan visual tempat terjadinya banyak peristiwa di dalam cerita sampai tibalah kita di satu kota tempat penulis tersebut menghabiskan masa muda dan tuanya sebagai ekspatriat: Paris. 

"Lo pernah kebayang gak? Gue suka banget ngayal babu ada di era tersebut dan kayak ngobrol sama mereka semua. Kayak di buku " A Moveable Feast" gitu. Part kesukaan gue tuh pas di bagian dia ngomong gini: If you are lucky enough to have lived in Paris as a young man..."

Belum selesai saya bicara dirimu sudah langsung menyambung kalimat tersebut dan entah bagaimana caranya suara kita berdua tersinkronisasi dengan baik. 

"..then wherever you go for the rest of your life, it stays with you, for Paris is a moveable feast,"

We laughed so hard. Both of us. It was one of the greatest moments in my life. Meeting you was like me meeting myself for the first time. 

Kembali ke Tangerang Selatan ketika sang supir taksi online bercerita tentang kenakalan masa muda, menyebut banyak nama yang entah siapa itu, dan kita berdua hanya bisa saling menatap dan tertawa. Entah apa maksud sang supir bercerita tentang keburukan layaknya pencapaian penting dalam hidup. Entah apa yang merasuki kita berdua pada waktu itu sampai tertawa terbahak-bahak kala turun dari mobil dan mengingat momen absurd yang baru saja kita alami. I made fun of him. You laughed. Kita pada akhirnya tiba di zaman di mana beberapa orang merasa kalau hal-hal negatif merupakan cara untuk disegani orang. Entahlah. Buat saya absurd! 

Closerie des Lilas, Le Dome, La Rotonde, Luxembourg Garden,  Les Deux Magots dan CafĂ© de Flore menjadi titik-titik yang sering menjadi bahan pembicaraan. Ajaibnya dirimu yang sudah hampir setiap tahun mnimal 4 kali bolak-balik ke Paris bahkan sempat tinggal di sana ternyata tidak sempat mengunjungi tempat-tempat tersebut. Wow! Sibuk sekali. 

Saya jadi teringat momen ajaib. 

"Let me close my eyes. Now, tell me about Paris! I wanna visualize that city with my natural VR tools,"

You didn't get what I mean and smiled awkwardly to me. 

To me, those few weeks with your company were some of the best days of my life. You were one of the glimpse of lights during those mad days. I was brokenhearted, angry, and deceived. Nobody except you was there to cheer me up. And to that I just want to thank you. I'm pretty sure you have forgotten those moments but for me those moments laid a great foundation to my beautiful chaotic life. So, wherever you are now, if you can read this, I just want to thank you for being there. Thank you for all the stories. And one las thing: Britney Spears is better than Christina Aguilera!! 

Hahahaha.... 


See you later! I don't know when or when. But if we ever laid eyes on each again...well...hope you're doing good with your life. I have found the most magnificent woman ever. Remember when I told you that love and sex are all about physics? It's proven now. Maybe someday I'll introduce you to her. She's the coolest! Hope you've fouhd yours. Don't give up on life! You have so many great things in you. Cherish those things! I have forgotten you. 


This is not a story. It's a letter. You know how much I love letters, don't you? 


Your friend, 


Sam



PS: Ain't life grand, Ozz? Gue juga belum sempet nonton wayang orang. Cheers! đŸ»

What's Your Story? Hey Look! We've Made History (part III)

December 16, 2024 Samuel Yudhistira

Berjam-jam berbincang via telepon genggam tidak membuat dua orang ini bosan. Entah apa saja yang mereka bicarakan sampai tak sadar kalau waktu sudah tergerus habis sampai tipis. Suara-suara khas pagi hari sudah mulai terdengar dan kembalilah mereka ke dunia masing-masing. Aneh. Apakah dia adalah sahabat lama saya yang sudah lama hilang ditelan waktu? Atau kita memang pernah bertemu dalam kehidupan sebelumnya kalau kamu percaya dengan reinkarnasi? Musik, film, hidup, nilai, nilai, dan nilai terus muncul di dalam percakapan.

Canggih betul! Kita adalah mereka yang larut dalam dunia cinta 4.0! Terlalu canggih sampai kita lupa kalau hakekat  manusia adalah tentang benar dan benar. Masa lalumu adalah tentang oksitosin sedangkan diriku nikmati matinya serotonin di dalam kepala. 

Kalian adalah dua magnet yang saling bertolak belakang. Dipaksa sampai matipun tidak akan jadi!

Mari kita tarik mundur ke belakang sekitar tahun 2014-2015 ketika Jalan Bangka Raya menjadi pusat pertemuan kita semua. Lagu-lagu dari The Verve mengiringi perbincangan kita yang duduk melingkar dan berdiskusi tentang hidup. Menjadi tua dan menyebalkan adalah sebuah kondisi yang kita semua hindari. Kita yakin dan percaya bahwa usia tidak menjadi kewajiban seseorang untuk menjadi tua. Tua itu mentality! Kita adalah mereka yang bersatu dalam darah dan tidak akan pernah tua! Kami adalah mereka yang menolak matematika sebagai "tuhan" dalam setiap langkah kehidupan.

Sepuluh tahun dari sekarang kita akan menginjakkan kaki di atas panggung-panggung luar biasa di mana mereka yang hanya mengenal kita dari karya akan bertukar energi dengan kita. Indah bukan? Isaac Newton dulu bicara tentang musik!

Dostoevsky yang Agung pernah berujar:

The man who lies to himself and listens to his own lie comes to a point that he cannot distinguish the truth within him, or around him, and so loses all respect for himself and for others. And having no respect he ceases to love.

Iya! Saya tahu kalian semua pasti gak akan setuju tentang ini. Kalaupun setuju sudah pasti kita yakin kalau sebagian besar dari kita memang sudah dipaksa untuk berbohong pada diri sendiri sejak dari muda. Kita dibuat percaya kalau dunia akan baik-baik saja dan semua mimpi kita akan terwujud di kemudian hari. Kita dibuat percaya kalau kita bisa menjadi apapun yang kita mau kalau kita jujur pada diri sendiri. Dipaksa gila, dipaksa bercinta. Sampai suatu hari nanti dirimu akan sibuk membohongi diri demi harga diri dan sesuap nasi.

Tapi tunggu dulu! Bukankah semua orang berubah? Situasi moneter, geopolitik, dan juga sosial pasti berubah! Mungkin orang bukan berbohong tapi beradaptasi.

We are just altering our perspective.

Lalu tiba-tiba seorang tokoh baru masuk ke dalam hidupmu. Buyar sudah semua ekspektasi dalam hidup! Mulailah dirimu berpikir ulang tentang nasib dan hidup. Pikiranmu terus dibuat melayang tentang langkah apa yang harus kamu ambil berikutnya. Sudah terlalu tuakah dirimu untuk menikmati waktu? Apakah kamu melihat waktu sebagai musuh besar orang-orang baik?

Life. In its humdrum sense is worth avoiding. It's the factory for father, and the kitchen for mother. It's arguments at the dinner table. Missing children on the news. And through it all, a sense that things are slowly falling apart. Is it better to choose another record, to flip the lid on the pills and wait for something to happen? Is it better to turn out the lights, climb under the covers, until sleep invites you to a world you've always wanted? Is it better than the one that's in front of us?

A story unfolds. Saya melihat kedua mata yang berbinar tersebut dan melihat:

Betapa amarah menguasai dirimu tetapi betapa dirimu yang penuh dengan kekecewaan itu terus ingin bergerak dan menolak diam. Kekecewaan seringkali mampir di dalam kepalamu. Letih dan lelah adalah dua sahabat yang terus hadir membawa bencana.

Kedua matamu berbicara dengan bahasa yang tidak asing. Binarnya menolak padam walau beberapa kali dirajam! Kilau yang memukau menyiratkan optimisme di tengah lumpur kelam. Saya beruntung bisa hadir di dalam pantulannya.

Mulailah diriku bercerita dengan penyakit kronis manusia bernama nafsu. Kebendaan dan kedagingan kerap hadir menusuk masuk walau sudah terpagar. Kita pun jatuh, saya juga jatuh. Kita menghadapi keruhnya hidup. Mulai diriku berbohong pada diri sendiri dan mulai memaksakan reaksi kimia yang tidak seharusnya terjadi. Terlalu banyak suara di dalam kepala, terlalu dini untuk kita memegang kuasa.

***

10:15 Saturday Night, Yogyakarta

Seorang laki-laki pemalu mencari sudut keruh penuh debu dan sepi. Disapanya kedua teman lamanya yaitu Benci dan Dendam. Mereka merangkul si laki-laki pemalu yang tersenyum canggung menghadapi dua kawan lamanya. 

"Nilai adalah dasar dari segala sesuatu yang terlihat dan angka adalah bukti dari ketekunan dan kerja keras luar biasa," Si Benci mengucapkan kata-kata sakti penuh arti.

Tak mau kalah si Dendam juga berujar, "Jangan pernah lupa bahwa kamu harus menyembah entitas yang sifat-sifatnya dapat diketahui secara pasti! Akan aku beritahukan kepadamu hasil-hasil apa yang akan terjadi! Lupakan dunia! Telan pil! Tenggelam! Di dasar danau ada gua nyaman tempat sembunyi!"

Yogyakarta adalah kota yang menyenangkan untuk kita berpikir dan meramu ulang formula kehidupan. Sejak sudut favoritmu di Jakarta sudah dijajah oleh ketamakan dan lampu jalan sudah sulit menemukan sudut tepat untuk sekedar berhenti dan menikmati suasana.

Benci dan Dendam sayangnya merusak semua kenangan yang sudah diciptakan di Yogyakarta dan menggantinya dengan kesedihan abadi. Rusak semuanya! Apakah masih bisa diperbaiki? Entahlah. Mungkin sudah waktunya kamu meninggalkan Yogyakarta selamanya dan diam di Bekasi selamanya. 

Laki-laki pemalu bertaruh pada nasib. Benci dan Dendam berebut tempat di dalam kepalanya. Entah siapa yang mau kalah dan entah apa yang didapatkan si pemenang. 

                                     ***

Bagi mereka nafsu adalah kunci sukses. 

Bagi mereka uang adalah tanda hidup sudah benar. 

Bagi mereka hidup tanpa warna adalah kenyamanan. 

Bagi mereka hidup adalah tentang menang dan kalah. 

Bagi mereka orang-orang tidak beruntung adalah contoh dan objek untuk bersyukur. 

Bagi mereka cinta adalah tentang kestabilan. 

Bagi mereka bahasa adalah bentuk kemajuan intelektual. 

Tetapi bagi kita berdua semua yang tercipta di dalam dunia hanyalah kesemuan dan kehampaan tanpa batas yang bisa hilang kapan saja. Intepretasi terhadap narasi kehidupan kita ubah sesuai dengan apa yang kita mau dan kita butuhkan. Terkadang saya selalu lupa bahwa salah satu cara untuk menikmati hidup adalah dengan tidak peduli terhadap berbagai hal remeh temeh yang ditawarkan oleh masyarakat pada umumnya. Kita berdua? Ora umum! Mereka mengejar kesempurnaan palsu yang sangat jamak beredar di masyarakat sementara kita sibuk berdansa di atas pecahan-pecahan kaca. Nikmati sakit dan ketidaknyamanan sampai kita sadar bahwa kenikmatan abadi adalah sebuah perjalanan dan bukan tujuan. 

Saya ingin juga mengucapkan "SELAMAT DATANG!" kepada dirimu yang sudah secara sadar dan penuh cinta masuk ke dalam duniaku yang ajaib. Mari kita nikmati lara ini sambil membunuh kepahitan di masa lalu. Karena suatu hari ini saya yakin ketika kita berdua saling berucap janji abadi untuk selamanya semua hal-hal gila yang sudah kita lewati hanya akan menjadi penghantar tawa dan tidur kita berdua. 


Hai kamu makhluk manis yang tiba-tiba datang dalam hidupku, 


Terima kasih! Saya sedang menikmati cinta yang lahir dari kemajuan teknologi dan sedang melakukan kalibrasi ulang di dalam otak saya. Selamat menikmati! Mari berjuang kembali dan bersama-sama belajar untuk sebuah kehidupan yang tidak akan pernah pasti. Karena kita tahu kepastian hanyalah milik TPU dan kantor pajak. 


Saya cinta padamu. 

Pada Suatu Hari Angin Berbisik Tentang Kabar yang Belum Tentu Benar

November 13, 2024 Samuel Yudhistira

Buah dari kesabaranmu adalah lebih banyak lagi bencana yang membuatmu kebal terhadap derita. Kemarin kamu berharap bisa terjun bebas dari antah berantah menuju kehampaan abadi.

Hari ini kamu kembali membaca pertanda dan tetap mengejar kuasa.

Besok kamu akan tetap terjebak dalam fantasi hura-hura, lusa kamu akan menangis melihat angka.

Syahdan, duduklah sang Raja Shaman di tengah lingkaran orang-orang yang menjadi pengikutnya dan mulailah beliau bercerita tentang obat untuk lari dari derita. Beli satu gratis satu! Beli dua gratis tiga! Semua akan pulih dan jika sakit berlanjut maka sebaiknya kamu berdiri di depan cermin maka akan terpantul sumber masalah sebenarnya.

Kalau di-translate pakai bahasa England semua nampak begitu cerdas dan nyata. Kemampuan berbahasa nyatanya masih menjadi komoditi berbasis kelas dan menjadi saringan bagi mereka yang melempar peruntungan cinta dan nafsu di dunia maya. Sekedar lempar pick up line kembali kondom. Kadang postinor...mungkin saja spiral. Di sebuah sudut kamar kosan overpriced di Jakarta Selatan ada yang menangis histeris melihat dua garis menyala di atas alat uji. Puluhan missed call dari dia yang 'tercinta' telah membuktikan bahwa cinta sudah mengalami modifikasi abal-abal. Tangis berubah menjadi amarah dan amarah berubah menjadi nafsu untuk membunuh. Bahkan pembunuhan menjadi perang suci yang dipengaruhi kondisi moneter dan geopolitik Asia Timur Raya. 

Satu hidup dipaksa hilang dari dunia! Satu jiwa dipaksa lenyap tanpa ingatan! Bukankah microorganism juga makhluk? Lalu kita ini siapa? Apakah kita berhak merasakan kenikmatan tanpa pikir konsekuensi? 


Rejoice, O young man, in your youth, and let your heart cheer you in the days of your youth. Walk in the ways of your heart and the sight of your eyes. But know that for all these things God will bring you into judgment.


Untuk kita yang mengutuki Marconi karena hak paten adalah penentu, hal-hal semacam ini tidaklah sulit untuk dilakukan. Who are we to judge? 

Apakah kita yang bertanya dianggap sebagai pengadil hidup? Standarisasi macam apa itu?

 

Taman Suropati, Jakarta Pusat, 01:27

Saya ingat kamu duduk di atas tanah dan menolak duduk di kursi taman dengan alasan bosan. Saya tahu kamu ingin menyatu dengan alam kota Jakarta yang tidak seberapa. Seorang pemain biola berbaju lusuh terus berlatih entah buat siapa, pedagang asongan bergosip, aparat mengantuk, dan dua jiwa ini masih betah berbincang tentang hidup. Tak ada sedikitpun rasa ingin beranjak pulang ke peraduan walau malam sudah larut. 

Ruang alternatif! Kita tuh dari tadi bicara soal ruang! Tapi kita gak bicara soal pameran seni yahhh...kita bicara tentang manusia. Bukankah masing-masing manusia itu unik? Tidak ada versi lain dari diri kita selain diri kita sendiri. Berarti....kita tuh karya seni! Ya gak sih? Lalu kenapa kita terus-menerus memajang diri kita di ruang konvensional? Bukannya kita bisa yah majang diri kita di tempat lain? Yang kita omongin tuh yaa tentang ruang. Kamu sama aku sekarang berbagi ruang. Sekarang kita saling apresiasi diri kita di ruang alternatif yang kita bagi berdua. Mungkin kayak kolaborasi. Iya gak sih? 

Lalu dia memejamkan mata. Kakinya tersilang, kepalanya menghadap ke langit gelap penuh polusi cahaya. Entah sedang tunggu wangsit atau memang mengantuk. Sebuah pemandangan extraterrestrial. Bicara soal ruang alternatif di kota di mana kepadatan penduduk menjadi masalah cukup serius. Kadang saya rindu percakapan utopis di antara kita berdua. Hanya kita berdua yang mengerti. 

Apa sih yang lebih urban dari beli hamburger take away, makan di taman, terus pusing mikirin tagihan? Hehehe... 

Sekilas

September 11, 2024 Samuel Yudhistira

Saya berharap suatu hari nanti kamu akan bercerita kepada anak perempuanmu tentang seorang lelaki yang hanya lewat sekejap membuatmu sadar kalau hidup itu hanya sebentar dan jangan buang-buang waktu untuk hal tidak penting dan tidak pantas untuk dirimu.

GAK! Gaada isitilah indah-indah untuk menggambarkan perjalanan hidup saya dan mereka. Sebagian besar memori sudah hilang dari ingatan. Semua sudah dimaafkan karena kita pernah sama-sama gila. Tapi saya masih hidup! Kami menolak untuk mati hari ini. 

Saking gabutnya malah sempat buat nulis..hehe...

Beberapa hari silam saya berhasil mengembalikan beberapa negatif film yang saya pikir sudah hilang. Saya coba scan kembali dan menemukan begitu banyak kenangan dengan orang-orang yang pernah baik dan mesra kepada saya. Masing-masing gambar punya ceritanya sendiri. Sekilas saya serasa kembali ke masa-masa itu. Ketika seorang anak muda penuh rasa ingin tahu berani mencoba berbagai hal tanpa pikir konsekuensi. 


MATAHARIII!!

MATAHARIIIII!!

DENGEKEUN AING!

***

Kalau nangis jangan ngajak-ngajak! Sana nangis sendirian aja! 

Maka menangislah dirimu sendirian di sudut paling menyenangkan di kota Jakarta. Sejenak kota ini kembali menyenangkan. Sementara saja. Sementara saja kita nikmati lara dan gelisah ini. Sepertinya tubuh ini juga sudah terbiasa dihantam badai. Semua akan baik-baik saja.

Gelembung-gelelmbung darah timbul dari balik kulit yang terkoyak. Tak ada rasa sakit. Perlahan matamu mulai basah dan air mata mengalir deras tak bisa ditahan lagi. Merinding...kau gores kembali lubang di pergelangan tanganmu. Silet keadilan mencoba memutus urat nadi agar tenang hidupmu.

Nyawa itu harganya murah, pak! People die everyday. Apa istimewanya matimu? Apakah karena dirimu sendiri yang memutuskan untuk mati maka matimu istimewa? Mungkin di sudut lain di bumi ini ada orang-orang yang berpikiran sama dengan dirimu. Mereka yang mencoba untuk menyelesaikan derita di dalam setiap tarikan nafas. Setiap langkah penuh rasa sakit. Kamu yang sehat, pintar, muda, bahagia mengapa memilih mati?

Sudah berapa kali saya berkata bahwa "setan" dalam kepala ini sudah merenggut berbagai hal dalam hidup saya. Dulu dengan gagah beraninya saya melawan mereka. Uang, waktu, dan tenaga nampaknya masih banyak untuk membantu perlawanan. Saya frustrasi, lelah, dan khawatir kalau saya harus hidup selamanya dengan mereka yang tidak terlihat di dalam kepala saya.

        ***

Bosen gak sih lo bahas hal-hal yang sama berulang kali? Toh semua solusi yang ditawarkan juga lo tolak mentah-mentah tanpa mau mencoba terlebih dahulu. Mungkin ego lo terlalu tinggi! Merasa kepinteran sampai semua orang lo anggap goblog. Kenapa sih harus dapat sifat-sifat turunan yang negatif? Hhhh..Akan tiba masanya ketika semua teman-teman yang tadinya bersemangat mendengarkan cerita lo bosen denger cerita yang sama lagi. Gak sekali dua kali, kawan! Notulennya juga sudah menyerah untuk menuliskan intisari cerita...

Sudah sejak lama saya bisa mencium aroma "the end" dan beberapa hari ini semakin tajam baunya. Mungkin sebentar lagi saya sampai di garis akhir. Dunia akan bersorak-sorai ketika saya dieliminasi dari dunia ini. hehe...

Pintu Besi Berwana Merah

July 01, 2024 Samuel Yudhistira


Kalau kamu pikir pintu besi berwarna merah itu akan membawamu ke tempat yang benar-benar kamu inginkan bersama dengan orang-orang yang memang sangat kamu sayangi maka pilihanmu sudah sangat tepat untuk mendorong pintu besi berwarna merah tersebut.

Wussh! 

Lihat! Wajah-wajah manis yang kau kenal sudah menunggu di meja.

"Lama banget sih lo!" 

"Wuidih! Ni dia nih yang ditunggu-tunggu."

"Bentar yee, gue pesen dulu."

Percakapan terus berjalan, energi tawa terus diumbar, dan suasana kian hangat ketika nada-nada kurang indah tapi menawan mulai dimainkan. Kamu mungkin tidak sadar kalau momen-momen ajaib tersebut akan menjadi bagian penting dari dirimu. Dimulailah pertukaran informasi kehidupan. Semua nampak hening menyimak ketika salah satu dari kalian memulai pembicaraan. Mulai dari kantor hingga roh gentayangan, sepak bola hingga kuasa, dan isu-isu aktual seputar kehidupan virtual yang sedang ramai dibahas. 

Semua berawal dari keresahan. Ya! Keresahan seorang manusia terhadap aturan, keresahan manusia tentang kuasa yang diberikan oleh manusia lain untuk bisa sangat mengganggu kestabilan warga bumi. Lagipula semua dibahas secara santai tanpa perlu perlakuan khusus. Bukankah sebaiknya semua hal yang rumit itu diselesaikan secara kekeluargaan?

Malam semakin terkikis oleh percakapan yang terjadi di antara mereka semua. Tiada satupun dari mereka hendak beranjak untuk kembali pulang. Semuanya masih sangat menginginkan percakapan terus berlanjut. Sampai kapan? Entahlah. Mungkin sampai salah satu di antara mereka memutuskan untuk pulang, sampai semua yang hadir kehabisan rokok, sampai pemilik tempat mengusir pulang, atau mungkin sampai matahari baru terbit kembali.

Tak banyak orang duduk hari ini. Kalaupun ada mereka semua sibuk menatap layarnya masing-masing. Setiap kali pintu merah terbuka semua mata langsung tertuju pada sosok yang baru saja membuka pintu tersebut untuk masuk atau keluar. Maklumlah, suaranya cukup kencang sehingga mampu menarik perhatian mereka yang ada di dalam. Sayup-sayup terdengar musik yang sangat familiar di telinga. Ingin rasanya kau memejamkan mata, mengangkat kedua tangan, dan bersenandung gila:


Oh, it feels like none of this is real
I pretend that my heart and my head are well
But if the blood pumping through my veins could freeze like a river in Toronto,
Then I'd be pleased
You said I made you feel warm, said I made you feel warm inside


How many nights of talking in hotel room can you take? Tenderly you tell me about the saddest book you ever read, it always makes you cry. Life outside the diamond is a wrench, isn't it? You know me, I always cry at endings. Whenever I reach the last page of the book I feel like I've been through someone's magnificent mind. It makes me like a part of the writers.

Sebagian pergi kanan, sebagian pergi kiri, dan tak ada satupun yang tinggal di tempat. Masing-masing pulang ke rumahnya dengan ide segar baru dan semangat yang kembali meninggi karena memang sewajarnya percakapan kita bertujuan untuk memberantas rasa gundah gulana. Make something pretty while you can! Kita semua sepakat untuk kembali menjadi bahagia selamanya sampai pada akhirnya kita tiba di dalam ruang kamar masing-masing dan semua rencana menguap begitu saja. Mungkin terpaan angin malam, debu, dan karbon monoksida di jalan membuat pikiran kita menjadi gamang kembali tentang kemampuan kita masing-masing. 

Karena suatu hari nanti dirimu akan terbang melayang di atas awan dan mendarat di sebuah negeri yang asing di mata dan telinga. Semua nampak baik-baik saja sampai dirimu tiba di satu titik dalam hidupmu di mana hanya ada kesunyian belaka.

"Kadang gue cuman pengen hidup tenang gak ada gangguan sama sekali. Kadang gue cuman pengen hidup di tempat terpencil sendirian gak ada orang lain. Bukankah kalau kita mati nanti juga kita bakalan sendiri? Kalau lo pikir hidup gue hancur lebur, tunggu sampai lo dengar dan lihat sendiri betapa hal-hal yang terjadi dalam hidup gue gak ada apa-apanya dibanding mereka,"

Mari kita tampilkan realita...segala kejenuhan dan juga kehancuran kita buat indah kembali.

Percakapan ditutup dengan doa akan segala kemakmuran dan kejayaan. Pintu besi berwarna merah kembali berdecit dan dalam sekejab ruangan menjadi kosong dan hampa. Suara-suara yang tadinya ramai mengisi ruang telah pergi ke arah utara.

Mie Ayam Adalah Saksi Kita

June 27, 2024 Samuel Yudhistira

Mie ayam adalah saksi kita berdua! 

Mari bawa dua mangkok mengebul panas tersebut ke hadapan para hakim sebagai saksi bahwa pada malam hari itu kita berdua adalah manusia-manusia paling bahagia di seluruh dunia.

Sebuah cita-cita luhur dua insan yang sedang dibuat mabuk oleh candu kehidupan yang dinamakan nafsu. Iyah, nafsu untuk menjadi yang paling bahagia di muka bumi ini ternyata mampu untuk membunuh diri kita juga.

Lalu duduklah kita berdua di teras rumah. Mulailah dirimu bersabda tentang betapa menyenangkannya menciptakan kenangan-kenangan baru dengan orang-orang yang baru.

Ada satu jiwa di Yogyakarta menanti dirimu untuk kembali menjadi manusia seutuhnya. Ada satu jiwa di Yogyakarta menantikan dirimu untuk kembali berbahagia dan tetap melawan rasa sakit di dalam tubuhmu. Ada satu jiwa di Yogyakarta yang tidak pernah berhenti untuk memberikan semangat pada dirimu yang sudah renta didera kejamnya kehidupan.   

Mari kita mengaku kalau kita tidak baik-baik saja. Bukan karena terpaksa tetapi karena memang begitu adanya. Menjadi manusia rapuh seutuhnya adalah  salah satu cara untuk menjadi manusia sempurna.

Kembali kita berkelahi dengan diri kita sendiri. Masing-masing di dalam kepalanya saling berkelahi dengan ide-ide tentang keabadian. Kesunyian itu indah! Kesendirian adalah pilihan! Selama angka menjadi raja, selama itulah kita akan tetap setia menulis cerita tentang dia yang tidak bisa pulang ke rumah.

Mie ayam adalah saksi kita berdua! 

Jangan terlalu "ledeh" dan jangan terlalu keras! Biarkan kuah kaldu membanjiri mangkuk kita berdua. Melihat mie dan ayam berenang di dalam mangkuk sudah cukup untuk membuat kita bahagia. Di atas bumi dan di bawah kolong langit tidak ada satupun yang mampu memisahkan kita berdua dan kecanduan kita akan mie ayam.

Jangan pernah kamu bicara tentang cinta jika kamu masih membenci dirimu sendiri! 

Di sebuah sudut favorit kita berdua di sisi paling timur kota Jakarta kita berdua duduk berhadapan dan bicara tentang perpisahan abadi yang kita berdua sudah pernah lalui. Teman yang meninggal, orangtua yang meninggal, tetangga meninggal, saudara meninggal, satu orang ditemukan tak bernyawa tanpa identitas. Mulailah kita berhitung. Sudah satu lusin lebih teman-teman yang pergi duluan ke negeri orang-orang keren!

Mie ayam adalah saksi kita!

Semua sudah lunas dibayar dengan darah. Rasa sakit adalah seni. 

..."love your enemies and pray for those who persecute you,"

Bagaimana? Sudah tenang? Masihkah dirimu menangis seorang diri di kamarmu? Kegundahan dan keresahan merasuki pikiranmu. Dunia yang tadinya penuh warna berubah menjadi hitam tanpa putih. Gairah atas hidup sudah sangat memudar. Mari kita pulihkan semua duka dengan semangkuk panas mie ayam. Mie ayam adalah kunci kebahagiaan manusia. 

Mie ayam adalah saksi kita!

Selama hidup adalah matematika maka dunia akan baik-baik saja. Kita semua adalah raja berhitung! Segan rasanya diri ini untuk mengajakmu kembali menikmati manisnya derita dan pahitnya bahagia. 

Pada suatu malam yang sangat cerah di sebuah parkiran mobil kita bicara tentang kebohongan besar tercipta demi menjaga nama baik keluarga. Betapa banyak dari kita yang menganggap remeh dosa dan saking biasanya, kita semua merasa semua itu adalah biasa saja. Terkadang saya masih ingin mengulang hal-hal remeh yang terjadi dalam hidup.


I can't stand it to think my life is going so fast and I'm not really living it.

Isn't it pretty to think so?

It is awfully easy to be hard-boiled about everything in the daytime, but at night it is another thing.

Don't you ever get the feeling that all your life is going by and you're not taking advantage of it? Do you realize you've lived nearly half the time you have to live already?


Di dalam kegelapan kita melihat cahaya dan di dalam kebisingan lahirlah ketenangan. Jadilah gelap dan jadilah terang. Suatu hari nanti entah kapan dan entah di mana, saya yakin kita akan bertemu lagi ketika semua sudah dimaafkan dan langit malam sedang cerah penuh cahaya bulan. Kisah tentang jalanan lurus yang tak kunjung habis, parkiran mobil di malam hari, atap sebuah gedung tempat kita berpesta, dan juga trotoar jalan saksi bisu berbagai peristiwa kebudayaan terjadi akan tertulis secara rapi dan penuh makna. Entah kapan...entah di mana...tapi saya yakin kita semua akan kembali di titik awal perjalanan ini.


Dan ketika itu terjadi...saya harap semua akan baik-baik saja.


Mangkuk-mangkuk kosong mendengarkan cerita tentang kita yang larut dalam keriaan penuh kepalsuan. Malam mulai tenggelam, gelap mulai hilang, dan suara-suara kehidupan mulai muncul memenuhi telinga kita.

Sudah waktunya kita pulang ke peraduan.

Selamat tinggal, kawan! Nanti saya akan ketemu kamu lagi di rumahmu.


Malam Sebelum Pertunjukan

February 16, 2024 Samuel Yudhistira

Beberapa duduk tidak tenang...gelisah...Beberapa sedang memanjatkan doa ke Tuhan dengan nama dan cara yang berbeda...Banyak yang merokok...Sebagian berusaha melontarkan candaan tetapi tetap tidak mampu untuk menyembunyikan ketakutan di balik setiap canda.

Mesin-mesin kota berbunyi terus. Lampu-lampu jalan terus menyala, berusaha untuk menghidupkan kota yang tetap harus hidup walau dipaksa untuk mati. Sebagian besar penghuni kota ini masih punya nyawa tapi sudah hilang jiwanya ditelan obsesi. Obsesi untuk menjadi sama dan sederajat dengan mesin-mesin kota. Semua orang sibuk di dalam pikirannya masing-masing. Mereka tenggelam dalam lamunan. Rutinitas untuk bisa selamat menjadi sesuatu yang wajib dimiliki setiap orang di era sekarang ini.

Besides keeping themselves occupied with activities there is always a nagging fear of uncertainty: What will happen? You can hardly sleep that night cause you’re nervous, you’re doing something that most people would walk away from. You know the storm is coming. I was shaking so badly I could not light a cigarette. All kinds of stuff crosses your mind. It’s kind of hard to summarize it, because it can be a variety of things, and thoughts can come on as sort of quick flashes too. These can be totally random, and sometimes just plain odd. We became ghosts.


Semua menantikan perubahan tetapi tidak siap dengan konsekuensi perubahan tersebut. Mungkin mereka hanya jengah sesaat dan berharap perubahan akan membawa kemudahan bagi mereka. Tetapi mungkin tidak, pada dasarnya setiap perubahan sudah mempunyai target kepuasan konsumen masing-masing. Sehingga alangkah tidak bijaknya kita berharap pada perubahan yang dijanjikan. Kembali pada rumusan bahwa setiap hal sudah ditentukan jauh sebelum hal tersebut menjadi nyata. Di dalam keabstrakan warna dan kebijaksanaan dalam setiap aksara kita dibuat terbang tinggi menuju entah apa namanya. 


Malam sebelum pertunjukan!

Sesaat lagi kita akan menjadi bagian dari sebuah peristiwa budaya kecil di mana semua lakon akan menceritakan betapa bosannya keseharian kita dan betapa keseharian sedang diperjualbelikan demi menghibur masyarakat. Kita sudah terlalu terpukau dengan mereka yang mengambil keuntungan dari cerita-cerita sedih. Internet membuka mata masyarakat tentang betapa menyedihkan negara ini tetapi juga internet membuka celah bagi mereka yang kehilangan fondasi kehidupannya untuk beraspirasi terhadap ketidakadilan sambil melakukan pelanggaran berat terhadap keadilan tersebut.

Kegelisahan datang merasuki kepalamu. Di dalamnya sudah terlampau banyak masalah kehidupan sehingga kau mungkin sudah tidak tahan. Matamu beku menatap langit-langit kamarmu. Kosong.

Tumpukan puntung rokok di asbak menjadi saksi bisu betapa engkau menginginkan hari esok tidak perlu datang. Jantungmu berdegup kencang dan keringat meluncur deras dari kepala hingga kakimu. Dingin yang kau rasakan bukan karena suhu di kamarmu tetapi tubuhmu terus memaksakan dirinya menjadi dingin ketika hal yang paling kau butuhkan adalah kehangatan. Tubuhmu tidak bisa lagi merasakan apapun. Kepalamu penuh terisi dengan propaganda kebahagiaan yang entah betul atau tidak.Apakah kehidupan akan jauh lebih baik ketika kita dipaksa untuk menjadi tidak nyata? Apalah artinya bagi dunia jika satu orang tidak penting ini menghilang begitu saja?

Jika memang dunia ini diciptakan untuk kita semua lalu mengapa banyak yang beigtu tersiksa menjalani kehidupan di dunia? Apakah kita semua ini adalah hasil pertempuran antara kebaikan dan kejahatan? Bukankah nilai-nilai yang sudah ditanamkan dalam diri kita sejak kita lahir ini seharusnya melahirkan buah-buah kebajikan? Lalu mengapa derita yang kita tuai?

Besok adalah hari besar!

Kembali kau merenungkan tentang masa muda dan dunia ketika semuanya baik-baik saja. Betapa menyenangkan masa mudamu dan betapa kesulitan dengan begitu mudah bisa ditaklukkan. Nongkrong, bicara tentang musik dan film, menikmati udara yang tidak terlalu segar, semua bercanda, semua bahagia, memulai karir dengan penuh semangat, dan pada akhirnya satu per satu menghilang ditelan bumi.

Pikiranmu kembali melayang mengingat hal-hal buruk yang terlah kau perbuat dan bagaimana rasanya terhukum abadi akibat apa yang telah engkau perbuat. Bukankah kita seharusnya telah ditebus dosanya dengan darah? Apakah layak dirimu ditebus? Layakkah dirimu diselamatkan? Bukankah besok seharusnya engkau akan kembali menghadap DIA yang menciptakan dirimu dan siap merangkul dirimu ke sebuah tempat di mana derita dan beban dunia tidak lagi berlaku? Seharusnya bahagia dirimu.

 

Ada yang pernah berkata bahwa surga dan neraka hanyalah sebuah konsep. Kita adalah makhluk yang mampu menentukan di mana surga dan neraka kita. Pilihan ada di tanganmu. Surga dan neraka dapat kau nikmati selagi kau hidup karena setelah kau mati tidak ada lagi pilihan. Semua akan berhitung tentang betapa baiknya diri mereka ketika mereka masih bernapas di dunia. 


Kau mulai mengutuki dirimu sendiri. Berharapa kalau besok tiba-tiba kiamat datang. Berharap bahwa besok sebuah asteroid besar menabrak Bumi dan semua yang ada di dalamnya akan hancur lebur berantakan. Besok hari besar, kawan! Hari di mana mereka yang sudah menghakimimu secara duniawi akan melaksanakan tugas suci mereka memberantas mereka yang dianggap tidak sejalan dengan peraturan yang dibuat oleh segelintir manusia. 

Besok...ragamu akan hilang tetapi idemu akan bertahan abadi di dunia. Karena seperti yang sudah tertulis dalam sebuah catatan: "Dari dalam kubur suaraku akan jauh lebih keras terdengar!"

Bersiap siagalah karena dari raga yang tertanam akan lahir mereka yang siap untuk melawan ketidakadilan di muka bumi ini.

Besok hari besar!

Photo by Valentin Salja on Unsplash
 


Little did they know...

January 07, 2024 Samuel Yudhistira

Budaya? Budaya yang mana? Yang gue tahu imbasnya di kebudayaan kita juga nyaris nihil. Kalaupun ada juga gak seberapa. Pada akhirnya semuanya itu diambil untuk kepentingan sendiri. Satu-satunya yang bertambah adalah achievement di LinkedIn.

Lo inget kan dulu ketika ada orang dari Korea tanya ke kita: Di Bekasi sudah ada listrik belum? Dari situ aja sudah ketahuan kalau sebegitu kecilnya pengetahuan tentang kondisi riil orang-orang di negara ini. 

Mereka itu cuma bounty hunter khusus validasi melalui jalan "prestasi." Pada akhirnya juga orang-orang yang lahir dari privilege yang punya akses ke sana. Akses itu privilege lho. Bahkan seperti yang kita pernah sepakati bersama, informasi juga privilege. Do you even need self validation? For what? Lo sudah sangat valid, my friend! 

Kasih ke gue list hal-hal yang lo anggap gak punya makna! Kita lihat satu-satu. Ujung-ujungnya juga lo tahu kalau sebenarnya lo sudah sangat jauh di atas semua itu. You keep being real! Susah lho..gak semua orang punya talenta dan energi sebesar itu.

IQ lo berapa? 130? Trus lo masih ngerasa goblok? Ohh..karena bukan pasukan elit ivy league college? Itu cuman label. Lagian lo udah kepinteran. Adil dikit lah! You don't need no education...Classes will numb your mind.

Pada akhirnya apa yang dilakukan oleh eksponen indie pop pada masanya adalah tentang kontrol diri. Lo gak bisa sejago itu? Yasudah. Bukan berarti itu batasan buat lo bikin karya kan? Karya lo gak kemana-mana? Lho..memang kenapa? Bukankah perlawanan kebudayan itu berawal dari lo menolak kemapanan? Kita gak punya tanggung jawab untuk meninggalkan warisan ke dunia ini. Buat apa? Ada 8 milyar manusia di dunia ini. Lo dan gue cuman...salah dua dari sekian banyak manusia di dunia ini. Capek pak kalau dituruti semua.

Pada akhirnya yang kamu lakukan adalah "mengganggu" pakem yang sudah ada dalam kesenian. Bukankah itu satu bentuk perlawanan? 

Pada akhirnya mereka berbicara tentang ketidakmerataan dan ketimpangan ketika masih "miskin" secara material dan ide. Jangan heran ketika mereka bersembunyi di balik tameng perlawanan untuk keuntungan dirinya sendiri. 

Dekonstruksi sastra! Itu dia! Kamu itu nulis bukan di komputer, mas! Tapi di mesin enigma. Cuma dirimu yang tahu makna sesungguhnya dan kamu lempar itu semua ke orang-orang yang baca supaya mereka bisa mengintepretasikan ide yang kamu tulis.

Holy shit! I love New Order!

Gak ada prentensi apapun!  Ini sebuah ekspresi yang paling murni! Gak semua orang punya kemampuan untuk mengartikan warna. Gak semua orang mampu untuk bermain dengan insting.

Bikin lagu cuman dua kunci dari awal sampai habis...gila lo!

Maksimalin apa yang ada! Ketika lo sound check trus lo liat ampli..monitor...mic..dan secara teknis gak sesuai nih dengan apa yang lo suka...apakah lo ngasal? Di situlah lo perlu pengetahuan teknis soal lapangan. Maksimalin! Pada akhirnya lo cuman pengen senang-senang toh?

Ini PUNK se PUNK PUNK nya PUNK!

Lo bisa berada di beberapa ekosistem yang berbeda bahkan bertolak belakang tapi lo mampu untuk beradaptasi di semua tempat. That is...an enviable reputation... 

Lo suka PIL yah? Gaya lo John Lydon banget..

Jangan kepinteran deh...pusing sendiri lo ntar.


PS: Jangan kira saya tidak ingat. :))

, ,

Post War Movies

November 23, 2023 Samuel Yudhistira




Sudah lama sekali tidak menulis tentang film. Beberapa hari belakangan gue diberikan rekomendasi film dari seorang kawan. Filmnya Christian Petzold, seorang sutradara handal dari Jerman yang juga menyutradai film Barbara sama Toter Mann, both are great films! Karena penasaran gue coba untuk lihat trailer-nya lalu baca sinopsisnya. Hmm...menarik. Mungkin ke depannya akan mencoba buat cari filmnya. Btw, ada beberapa streaming services kalau mau lihat film-film Eropa atau film-film indie secara legal. Mungkin dibahas nanti. Kembali ke topik! Setelah gue membaca sinopsis filmnya, latar belakang cerita, terus juga trailer dari filmnya, gue malah teringat beberapa film yang pernah gue tonton. Okeh, jadi tema utama film Phoenix adalah kehidupan "post-war" di Jerman setelah Perang Dunia Kedua selesai. Bagaimana mereka yang selamat dari kerasnya perang ternyata masih harus "berperang" kembali di kehidupan bermasyarakat. 

Menarik. Gue selalu membayangkan (semoga tidak mengalami) kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan banyak lainnya setelah melewati masa-masa kelam peperangan. Can you imagine? Life must be tough. For those who fought, death and destruction were very very common. Lalu tiba-tiba semua harus dibangun kembali dan menjadi manusia normal dalam society yang berbeda. Gak heran banyak yang depresi dan bingung ketika harus bergabung kembali dalam masyarakat.

Lalu gue teringat, kayaknya gue pernah nonton beberapa film dengan tema serupa atau mirip-miriplah kayak film Phoenix yang direkomendasikan teman gue ini. Berdasarkan ingatan gue yang gak bagus-bagus amat gue pengen coba berbagi beberapa film yang menurut gue lumayan oke dengan tema serupa. Because sometimes we glorify the madness of war and fail to understand what these men and women have gone through. 

Jujur, ini hanya berdasarkan ingatan gue. Kalau ada yang kelewat...ya mungkin emang gue belum nonton aja dan belum dapat akses buat nonton. Oh..This is not a review...I'm not an expert. I ain't passed the bar anyway. So, here they are:

Those Who Remained (BarnabĂĄs TĂłth, Hungary, 2019)


Salah satu film yang diputar dalam event tahunan Europe on Screen, film ini kalau gak salah gue nonton di pagelaran tahun 2021. Film dari Hungaria yang menceritakan tentang dua orang yang selamat dari kamp konsentrasi dan menyadari kalau lingkungan mereka sudah tidak sama lagi karena nyaris semua orang yang mereka kenal sebelum perang sudah meninggal semua dan tinggal menyisakan mereka. Lumayan okelah, dapat sedikit gambaran tentang kondisi masyarakat di Hungaria pasca perang dan menjalani kehidupan di bawah pengaruh kuat Uni Soviet.



Frantz (François Ozon, France/Germany, 2016)


Okeh, this one...wew...unexpecting ending. Ini total remake sih emang karena memang film ini pada dasarnya adalah remake dari film Broken Lullaby (1932) yang disutradarai oleh Ernst Lubitsch yang juga adalah sebuah adaptasi dari karya teater Prancis dengan judul L'homme que j'ai tué karya Maurice Rostand. Gue nonton Broken Lullaby justru setelah gue nonton Frantz dan ternyata memang ada beberapa scene yang lumayan berbeda tapi malah jadi lebih okelah. Inti ceritanya adalah seorang mantan tentara Prancis yang datang ke Jerman setelah Perang Dunia I berakhir di mana kondisi politik Jerman pada kala itu setelah kalah perang cukup kacau dan sentimen anti Prancis sedang marak. Salah satu hal yang menurut gue lumayan keren adalah keputusan untuk membuat film ini ditayangkan tanpa warna (black & white) yang bikin berasa nonton film lama...yaah mayan okelaah mendengar dialog orang Prancis ngomong bahasa Jerman terus orang Jerman ngomong bahasa Prancis. hehehe...oiya versi aslinya juga gak kalah oke kok kalau mau ditonton.

Warning: Endingnya ngehe! hehe


The War (Jon Avnet, USA, 1994)


Gue masih ingat betul nonton film ini barengan bokap nyokap gue di rumah. Ini film yang lumayan menarik tentang seorang veteran perang yang mengalami banyak kegagalan akibat kondisi mentalnya yang gak stabil pasca bertugas di Vietnam. Banyak scene yang lumayan moving buat gue. Salah satu film yang membuat gue ingat sama bokap senantiasa (RIP to you, old man!) selain karena gue pertama kali nonton film ini sama beliau dan juga film ini banyak cerita tentang hubungan bapak dan anak laki-lakinya. Elijah Wood masih bocah banget di film ini...


Land of Mine/Under sandet (Martin Zandvliet, Denmark/Germany, 2015)


Based on true event. Yeah, salah satu cerita pahit setelah Perang Dunia II berakhir di mana para tawanan perang dipaksa untuk membersihkan ranjau di pesisir pantai Denmark. Most of the POWs were boys...dan faktanya memang banyak dari mereka yang akhirnya mortally wounded atau bahkan tewas ketika membersihkan ranjau. It's a great film...a depressed one..ketika perang sudah selesai tapi anak-anak muda ini masih harus bertanggung jawab atas sesuatu yang mungkin mereka juga gak paham.



Born on the Fourth of July (Oliver Stone, USA, 1989)


Again, Oliver Stone...sutradara yang bertanggung jawab memberikan kita banyak sekali film-film bagus. Salah satunya yaa film ini. Diadaptasi dari memoir yang ditulis oleh Ron Kovic, salah satu aktivis anti perang dari Amerika Serikat yang memang mengalami kelumpuhan ketika terluka di Perang Vietnam. Kita benar-benar dibawa dari optimisme anak muda sampe cynical orang yang sudah mengalami peperangan itu sendiri. A very moving film...sedih sih...Memoir dari Ron Kovic dengan judul yang sama juga bagus banget buat dibaca..Btw, Tom Cruise keren sih di film ini.





The Railway Man (Jonathan Teplitzky, UK/Australia/Switzerland/France)


Diadaptasi dari memoir yang cukup terkenal mengisahkan tentang tawanan perang di Pasifik yang dipaksa untuk membangun rel kereta untuk Jepang. Kisah Eric Lomax yang akhirnya mengkonfrontasi serdadu Jepang yang dulu menyiksa dia setelah tahu kalau serdadu Jepang tersebut masih hidup ini lumayan membuat emosi naik turun. Berbagai jenis bentuk penyiksaan dan kondisi para tawanan yang dipaksa membangun rel kereta membuat kita berpikir: Wew...that's what a human could do to another human. Colin Firth was absolutely great in this movie walau gue masih kebayang-bayang karakter dia di film "King's Speech" hehehe...



Great Freedom (Sebastian Meise, Austria, 2022)


Untuk konteks tambahan, film dokumenter "Paragraph 175" bisa lumayan menjelaskan kondisi orang-orang homosexual yang dikirim ke kamp konsentrasi di Jerman dan wilayah-wilayah yang ditaklukkan Jerman pada masa Perang Dunia II. Di film ini dijelaskan kondisi mereka yang masih dianggap melakukan pelanggaran hukum karena Paragraph 175 belum dihapuskan pasca Perang Dunia II sehingga semua hubungan sesama jenis dianggap sebagai perbuatan kriminal. Di film ini kita diajak untuk melihat sisi yang selama ini mungkin jarang dibicarakan atau susah untuk dilihat. Yeap, sisi mereka yang dikriminilasi karena orientasi seksual. Endingnya menarik buat gue. Menarik untuk dilihat karena Paragraph 175 yang resmi menjadi statuta hukum di tahun 1871 baru dihapus tahun 1994, sementara Jerman Timur (DDR) sudah menghapus undang-undang tersebut di tahun 1968.



The Reader (Stephen Daldry, Germany/USA, 2008)


Inspired by a real life person. Film ini lumayan menarik karena pada akhirnya ketika identitas asli dan masa lalu seseorang yang kita sayang terbongkar sudah pasti kita bakalan kaget. Bercerita tentang kondisi Jerman pasca Perang Dunia II di mana banya kolaborator dan mereka yang dahulu melakukan kejahatan di masa perang mengalami persidangan. Mungkin adegan persidangan baru muncul di pertengahan film tetapi di awal kita akan melihat hubungan antara tokoh utama dengan seorang wanita yang usianya terpaut sangat jauh dan mungkin berpikir: Hmm, kayak ada yang aneh sama orang ini. 

It's a great movie! Temanya mungkin gak berat-berat banget tapi lumayan menarik karena memberikan kita sudut pandang yang baru tentang kehidupan, pola pikir, dan bagaimana generasi baru Jerman pasca Perang Dunia II melihat kejahatan yang dilakukan oleh generasi sebelumnya.



Au revoir lĂ -haut (Albert Dupontel, France, 2017)


Merupakan adapatasi dari novel karya Pierre Lemaitre dengan judul yang sama. Gue direkomendasikan film ini oleh salah satu kawan dan ternyata lumayan menarik. Kisahnya tentang seorang prajurit Prancis yang terluka di era Perang Dunia I dan harus menjalani operasi yang membuat dia kehilangan sebagian besar wajahnya. Dengan ketidakmampuan dia untuk bicara dan harus menggunakan topeng untuk menutupi luka permanen di wajahnya si tokoh utama film ini pada akhirnya menjalin pertemanan dengan seorang gadis kecil dan salah satu orang yang menyelamatkan dirinya di kala pertempuran berlangsung. Profiteering pasca perang memang lumayan jarang dibahas dalam tulisan ataupun film dan di film ini lumayan banyak menyinggung tentang sebagian orang yang memanfaatkan kekacauan administrasi pas perang besar demi keuntungannya sendiri. A great movie!




Johnny Got His Gun (Dalton Trumbo, USA, 1971)




It's one of the best anti war films ever made! Di film ini banyak banget scene yang sangat memorable buat gue ketika pertama kali menyaksikkan film ini. Mungkin salah satu yang mendorong film ini naik ke pop culture ketika dipakai sama Metallica untuk video klip lagu mereka yang judulnya One. Kalau boleh jujur film ini lumayan "mengganggu" buat gue karena saking banyaknya scene yang haunting. Gue sampe kepikiran kalau kondisi gue sampe begitu gimana yee...Hadeh...Since it's an anti war movie jadinya memang banyak pesan mengenai betapa peperangan itu meaningless dan cuman membawa keuntungan bagi sebagian kecil orang. Salah satu quote film ini yang masih membuat gue bergidik ketika menyaksikan film ini kembali:

Inside me, I'm screaming and yelling and howling like a trapped animal... and nobody pays any attention. If I had arms, I could kill myself. If I had legs, I could run away. If I had a voice, I could talk and be some kind of company for myself. I could yell for help, but nobody would help me.




Un long dimanche de fiançailles (Jean-Pierre Jeunet, France/USA, 2004)


Film ini menjadi salah satu film favorit gue sepanjang masa. Gak tahu yah, coloring dan movement film-film Prancis pasca suksesnya film Amélie keknya mengubah trend dalam cerita, editting, dan warna di film. Gue merasa cerita di film ini sangat-sangat oke sekali. You have the humour, battle scenes, love, and desperation dalam satu film. Buat gue film ini fantastis! Again, kebayang betapa kacau balaunya administrasi sebuah negara setelah perang berakhir banyak diceritakan di film ini. And you know what, this movie taught me about love. Ketika orang-orang banyak yang skeptis, cynical, bahkan menjatuhkan, tapi kalau lo tetap percaya dan fight for it, who knows, mungkin aja ada jalan.

And again...the ending...



Ladri di biciclette (Vittorio De Sica, Italy, 1948)


Kalau bicara tentang Italian Neorealism mungkin film ini adalah salah satu film di garda terdepan. Diadaptasi dari novel karya Cesare Zavattini, film ini benar-benar membuat gue kagum dengan teknik pengambilan gambar dan ceritanya. Vittorio De Sica punya banyak banget film bagus terutama di era pergerakan Neorealism. Kalau gue ditanya film favorit gue sepanjang masa apa gue pasti dengan cepat akan menjawab: Ladri di biciclette...Film ini menceritakan tentang kondisi Italia pasca Perang Dunia II di mana pada era pas Perang Dunia II kondisi Italia secara politik dan ekonomi super duper berantakan. Di film ini ada banyak sekali scenes yang membuat gue terharu...how a dad is willing to fight for the sake of his family..aduh sedih deh pokoke...dan di akhir film...ahhh lihat sendiri! Kalau bicara soal film ini gue gak bisa berhenti karena banyak banget hal yang gue ambil dan layak didiskusikan.





***

Sebenarnya masih banyak banget sih film-film dengan tema post war yang pernah gue tonton dan mungkin akan gue tonton lagi. List di atas gue buat berdasarkan ingatan semata dan seru aja euy, dah lama gak bahas-bahas fim...hehehe... Beberapa film post war yang gue suka juga tapi gak gue breakdown di atas tuh kayak Werk ohne Autor (2018), Hiroshima Mon Amour (1959), Barbara (2008), Die Ehe der Maria Braun (1978), Germania anno zero (1948), dan Umberto D. (1952). Mungkin bakalan gue bahas selanjutnya setelah gue nonton Phoenix yah, hehe...at last...after the war...winners take nothing.